TRANSLASI VALUTA ASING I
Akuntansi bagi translasi valuta asing tidak diragukan lagi merupakan salah satu isu teknis yang paling kontroversial yang dihadapi oleh perusahaan- perusahaan multinasional yang merasa perlu menyiapkan laporan keuangan konsolidasi menyangkut hasil-hasil operasi domestik maupun dari luar negeri. Sebagian besar masalah yang berkaitan dengan translasi valuta berasal dari fakta bahwa kurs-kurs valuta asing yang digunakan dalam proses translasi jarang konstan. Konsekuensinya, hasil operasi dapat bervariasi, seringkali dengan sangat menyolok, akibat adanya perbedaan dalam kurs-kurs translasi yang dipakai dan disposisi akuntansi dari efek-efek keuangan yang dihasilkannya.
Walaupun sebagian besar isu teknis dalam akuntansi cenderung terpecahkan dengan sendirinya sejalan dengan berlalunya waktu, translasi valuta asing terrnyata merupakan suatu pengecualian. Bahwa tren ini akan terus berlanjut didukung oleh perkembangan-perkembangan seperti runtuhnya dominasi mata uang dolar, pergerakan nilai mata uang yang disetujui oleh pemerintah, dan globalisasi pasar-pasar modal dunia, yang telah meningkatkan pentingnya pelaporan dan pengungkapan keuangan. Perkembangan-perkembanganseperti ini telah berperan besar meningkatkan ketertarikan eksekutif-¬eksekutif keuangan, akuntan, dan komunitas keuangan pada pentingnya dan konsekuensi-konsekuensi ekonomi dari translasi valuta asing. Mari kita lihat hakekat dan perkembangan dari teki-teki akuntansi intemasional ini.
Single Rate Method
Berdasarkan pendekatan translasi ini, laporan keuangan operasi luar negeri, yang dianggap oleh perusahaan induk sebagai entitas yang otonom, memiliki domisili pelaporan mereka sendiri. Ini adalah lingkungan akuntansi lokal tempat dimana perusahaan afiliasi asing tersebut mentraksaksikan urusan bisnisnya. Untuk mempertahankan “rasa” lokal dari laporan valuta, suatu cara harus ditemukan agar translasi bisa dilaksanakan dengan distorsi yang minimal. Cara yang paling baik adalah penggunaan metode kurs berlaku.
Karena semua laporan keuangan valuta asing sebenarnya dikalikan dengan suatu konstansta, metode translasi ini mempertahankan hasil keuangan dan hubungan asli (misalnya. rasio-rasio keuangan) dalam laporan konsolidasi dari entitas-entitas individual yang dikonsolidasi. Hanya bentuk perkiraan-perkiraan luar negeri, bukan hakekatnya, yang berubah dalam metode kurs berlaku.
Walaupun sebagian besar isu teknis dalam akuntansi cenderung terpecahkan dengan sendirinya sejalan dengan berlalunya waktu, translasi valuta asing terrnyata merupakan suatu pengecualian. Bahwa tren ini akan terus berlanjut didukung oleh perkembangan-perkembangan seperti runtuhnya dominasi mata uang dolar, pergerakan nilai mata uang yang disetujui oleh pemerintah, dan globalisasi pasar-pasar modal dunia, yang telah meningkatkan pentingnya pelaporan dan pengungkapan keuangan. Perkembangan-perkembanganseperti ini telah berperan besar meningkatkan ketertarikan eksekutif-¬eksekutif keuangan, akuntan, dan komunitas keuangan pada pentingnya dan konsekuensi-konsekuensi ekonomi dari translasi valuta asing. Mari kita lihat hakekat dan perkembangan dari teki-teki akuntansi intemasional ini.
Single Rate Method
Berdasarkan pendekatan translasi ini, laporan keuangan operasi luar negeri, yang dianggap oleh perusahaan induk sebagai entitas yang otonom, memiliki domisili pelaporan mereka sendiri. Ini adalah lingkungan akuntansi lokal tempat dimana perusahaan afiliasi asing tersebut mentraksaksikan urusan bisnisnya. Untuk mempertahankan “rasa” lokal dari laporan valuta, suatu cara harus ditemukan agar translasi bisa dilaksanakan dengan distorsi yang minimal. Cara yang paling baik adalah penggunaan metode kurs berlaku.
Karena semua laporan keuangan valuta asing sebenarnya dikalikan dengan suatu konstansta, metode translasi ini mempertahankan hasil keuangan dan hubungan asli (misalnya. rasio-rasio keuangan) dalam laporan konsolidasi dari entitas-entitas individual yang dikonsolidasi. Hanya bentuk perkiraan-perkiraan luar negeri, bukan hakekatnya, yang berubah dalam metode kurs berlaku.
Meskipun menarik dan sederhana secara konseptual, metode kurs berlaku dipersalahkan oleh sebagian orang karena merusak tujuan dasar dari laporan keuangan konsolidasi, yaitu karena menyajikan, untuk keuntungan pemegang saham perusahaan induk, hasil-hasil operasi dan posisi keuangan perusahaan induk dan perusahaan-perusahaan anaknya dari perspektif valuta tunggal yaitu. mempertahankan valuta pelaporan perusahaan induk sebagai unit pengukuran. Dalam metode kurs berlaku, hasil-hasil konsolidasi akan mencerminkan perspekfif-perspektif valuta dari masing-masing negara tempat dimana perusahaan-perusahaan anak berada. Misalnya, jika sebuah aktiva dip=roleh sebuah perusahaan anak di luar negeri seharga VA 1,000 ketika kursnya adalah VA 1=$1, maka biaya historisnya dari perspektif dolar adalah $1.000; dari perspektif valuta lokal juga $1,000. Jika kurs berubah menjadi VA 5 = $1, biaya historis aset tersebut dari perspektif dolar (translas’ biaya historis) tetap $1,000. Jika valuta lokal tetap dipertahankan sebagai unit pengukuran, nifai aset akan diekspresikan sebesar $200 (translasi kurs berlaku).
Metode kurs berlaku juga dipersalahkan karena mengasumsikan bahwa semua aktiva-valuta lokal dipengaruhi oleh risiko nilai tukar (yaitu, mengasumsikan bahwa fluktuasi valuta domestik yang ekivalen, yang disebabkan oleh fluktuasi kurs translasi berjalan, merupakan indikator perubahan nilai intrinsik aktiva-aktiva tersebut). Hat ini jarang benar karena nilai persediaan dan aktiva-aktiva tetap di luar negeri umumnya didukung oleh inflasi lokal.
Multiple Rate Methods
Metode-metode kurs berganda mengkombinasikan nilai tukar berjalan dan historis dalam proses translasi. 3 metode semacam itu akan dibahas berikut ini.
Metode berlaku-historis. Berdasarkan pendekatan berlaku-historis, yang populer di AS dan ditempat-tempat lain sebelum tahun 1976, aktiva lancar dan kewajiban lancar sebuah perusahaan anak di luar negeri ditranslasikan kedalam valuta pelaporan perusahaan induknya dengan menggunakan kurs berlaku. Aktiva dan kewajiban non-lancar ditranslasikan dengan kurs historis.
Item-item laporan laba-rugi, kecuali beban depresiasi dan amortisasi, ditranslasikan dengan kurs rata-rata masing-masing bulan operasi atau dengan basis rata-rata tertimbang dari seluruh periode yang akan dilaporkan. Beban depresiasi dan amortisasi ditranslasikan dengan memakai kurs historis yang berlaku pada saat aset yang bersangkutan diperoleh.
Metodologi ini, sayangnya, memiliki sejumlah kelemahan. Misalnya, metode ini kurang memilik justifikasi konseptual. Definisi-definisi yang ada mengenai aktiva dan kewajiban lancar dan non-lancar tidak menjelaskan mengapa cara klasifikasi seperti itu menentukan kurs mana yang akan digunakan dalam proses transiasi.
Metode moneter-nonmoneter. Seperti halnya metode berlaku-historis, metode moniter-nonmoneter memakai pola klasifikasi neraca untuk menentukan kurs translasi yang tepat.
Karena item-item moneter diselesaikan dalam kas; pemakaian kurs berlaku untuk mentranslasikan item-item valuta asing menghasilkan valuta domestik ekivalen yang mencerminkan nilai realisasi atau nilai penyelesaiannya.
Metode Temporal Menurut pendekatan temporal, translasi valuta merupakan suatu proses konversi pengukuran (yaitu, penyajian ulang nilai tertentu). Karena itu, metode ini tidak dapat digunakan untuk mengubah atribut suatu item yang sedang diukur; metode ini hanya dapat mengubah unit pengukuran. Translasi saldo valuta asing, misalnya, hanya mengubah (restate) denominasi persediaan. tidak penilaian aktualnya. Dalam GAAP AS, aktiva kas diukur berdasarkan jumiah yang dimiliki pada tanggal neraca. Piutang dan hutang dinyatakan dalam jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar pada saat jatuh tempo. Kewajiban dan aktiva lain diukur pada harga yang berlaku ketika item¬item tersebut diperoleh atau terjadi (harga historis). Meskipun begitu, beberapa diantaranya diukur berdasarkan harga yang berlaku pada tanggal laporan keuangan (harga berjalan), seperti persediaan dibawah aturan biaya atau pasar. Pendek kata, ada dimensi waktu yang berkaitan dengan nilai-nilai uang ini.
Menurut Lorensen, cara terbaik untuk mempertahankan basis-basis akuntansi yang digunakan untuk mengukur item-item valuta asing adalah dengan mentranslasikan jumlah uang luar negerinya dengan kurs yang berlaku pada tanggal pengukuran uang luar negeri berlangsung. Prinsip temporal dengan demikian menyatakan bahwa
uang, piutang, dan hutang yang diukur pada jumlah yang dijanjikan seharusnya ditranslasikan memakai kurs yang berlaku pada tanggal neraca. Aktiva dan kewajiban yang diukur pada harga uang seharusnya ditranslasikan memakai kurs yang berlaku pada tanggal yang berkenaan dengan harga uang tersebut.
Keuntungan dan Kerugian Translasi
Perlakuan-perlakuan akuntansi menyebabkan penyesuaian-penyesuaian intemasional ini sama beragamnya dengan prosedur-prosedur translasi yang melatarbelakanginya. Karenanya, solusi-solusi yang masuk akal atas masalah bagaimana memperlakukan “keuntungan atau kerugian” translasi ini sangat dibutuhkan.
Pendekatan-pendekatan atas akuntansi bagi penyesuaian translasi dimulai dari pendekatan deferral (penundaan) hingga pendekatan yang tidak mengharuskan penundaan sama sekali, dengan perlakuan-perlakuan hibrida diantara keduanya.
Mayor deferal.Memasukkan penyesuaian-penyesuaian translasi dalam laba berjalan secara umum umum ditentang dengan alasan bahwa penyesuaian-penyesuaian tersebut hanyalah produk dari proses penyajian ulang. Yaitu, perubahan-perubahan dalam valuta domestik ekivalen dari aktiva bersih perusahaan anak di luar negeri “belum terealisasi”, tidak memiliki efek atas arus kas valuta lokal yang ditimbulkan oleh entitas di luar negeri yang mungkin sedang melakukan investasi ulang atau membayar kembali kepada perusahaan induk. Memasukkan penyesuaian-penyesuaian semacam itu dalam laba berjalan, dengan demikian, akan menyesatkan. Dalam situasi-situasi ini, penyesuaian translasi harus diakumulasikan secara terpisah sebagai bagian dari ekuitas konsolidasi.
Meskipun begitu, pendekatan deferral, mungkin ditentang dengan alasan bahwa nilai tukar tidak kembali ke keadaan semula dengan sendirinya. Bahkan jika hal itu terjadi, penyesuaian-penyesuaiati deferral atau transaksi akan didasari pada prediksi nilai tukar, upaya yang paling susah dalam praktik. Situasi-situasi bisa timbul dimana hasil-hasil operasi mengalami salah saji hanya karena kesalahan peramalan. Bagi beberapa pihak, penundaan kerugian atau keuntungan translasi menutupi perilaku perubahan nilai tukar; yaitu, perubahan-perubahan kurs merupakan fakta historis dan pemakai-pemalcai laporan keuanganakan terlayani dengan baik jika dampak-dampak fluktuasi nilai tukar dicatat ketika dampak-dampak ini muncul. Menurut FAS No. 8(paragraf 199), “Kurs selalu berfluktuasi; akuntansi seharusnya tidak memberi kesan bahwa kurs tersebut stabil”.
Deferral dan Amortisasi. Beberapa pengamat menyukai penundaan keuntungan dan kerugian translasi dan mengamortisasikan penyesuaian-penyesuaian ini selama usia item-item neraca yang bersangkutan. Apresiasi marka terhadap dolar antar tanggal konsolidasi menghasilkan kerugian translasi. Berdasarkan asumsi bahwa biaya dari aset termasuk pengorbanan yang diperlukan untuk mengurangi dan menghapus kewajiban yang terkait, kerugian translasi akan diperlakukan sebagai bagian dari biaya aset yang bersangkutan dan diamortisasikan menjadi beban selama usia produktif aset Tersebut.
No deferral. Pilihan ketiga dalam akuntansi bagi keuntungan dan kerugian translasi adalah dengan mengakui kerugian atau keuntungan tersebut dalam laporan laba-rugi secepatnya. Penundaaan macam apapun dianggap semu dan menyesatkan. Selain itu, kriteria-kriteria penundaan dianggap tidak mungkin diimplementasikan dan secara internal tidak konsisten. Jadi, pendekatan tradisionalnya adalah mengakui kerugian dengan segera tetapi hanya mengakui keuntungan sejauh keuntungan tersebut telah terealisasi. Walaupun bersifat konservatif, penundaan keuntungan translasi semata-mata dilakukan karena keuntungan “menolak” bahwa perubahan kurs telah terjadi.
Memasukkan keuntungan dan kerugian translasi dalam laba berjalan, sayangnya, berarti melibatkan elemen random dalam laba yang bisa mengakibatkan gejolak laba yang signifikan setiap kali nilai tukar berubah. Selain itu, memasukkan keuntungan dan kerugian “di atas kertas” semacam itu ke dalam laba yang dilaporkan bisa menyesatkan pembaca laporan keuangan, karena penyesuian-penyesuaian ini tidak selalu menyediakan informasi yang cocok dengan dampak ekonomi yang diharapkan dari perubahan kurs atas arus kas perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar